Rabu, 23 Desember 2009

LANDASAN BERFIKIR DAN BESIKAP KADER IPNU – IPPNU

1. Landasan Berfikir Kader IPNU – IPPNU

Sebagaimana ditetapkan dalam khittah NU 1926, Ahlussunnah waljama’ah adalah cara berfikir, bersikap, dan bertindak warga Nahdliyyin, dengan demikian IPNU sebagai bagian yang tak terpisahkan dari Nahdlatul Ulama memiliki cara berfikir dan bersikap serta bertindak sesuai dengan apa yang telah ditetapkan induknya yaitu Nahdlatul Ulama, Sikap itu sudah menjadi watak IPNU – IPPNU dengan watak keislamannya yang mendalam dan dengan citra ke-Indonesiannya yang matang, semua itu kemudian diwujudkan dengan cara berfikir, bersikap serta bertindak kader IPNU – IPPNU yang dengan sikap itu diharapkan menjadi kader yang dapat mengejawantahkan konsepsi aswaja pada kehidupan sehari–hari, namun demikian untuk mewujudkan hal tersebut dibutuhkan proses dan ketekunan dari masing– masing personal maupun kelompok, terutama dalam pemahaman karakter faham aswaja itu sendiri.

a. Cara Berfikir Kader IPNU – IPPNU

Cara berfikir menurut IPNU adalah sebagai gambaran dari Ahlissunnah wal jama’ah, yakni cara berfikir yang teratur dan runtut, dengan memadukan antara dalil Naqli ( yang berasal / diambil dari Al qur’an dan al hadis ) dengan dalil aqli yang berbasis dari aqal dan budi manusia semata, serta dalil waqi’i yang berasal dari pengalaman, karena IPNU secara tegas menolak cara berfikir yang diambil dari akal budi semata, sebagaimana yang dikembangkan oleh kelompok – kelompok islam liberal yang didominasi oleh kelompok pemikir bebas dan menganggap kebenaran mutlak hanya terletak pada ilmu pengetahuan dan pengalaman sebagaimana yamg dikembangkan oleh kelompok – kelompok pemikir materialis yang hanya mendewa – dewakan benda dan teknologi dan menganggap dalil naqli hanya sebagai bentuk mitos semata.

Dengan demikian IPNU juga menolak tegas pemikiran kaum dzahir ( lahir ) yang mengambil dasar dalil secara tekstual ( langsung dari teks ) karena hal tersebut tidak memungkinkan untuk diberlakukan pada saat sekarang ini ketika pemahaman tekstual semata yang dikedepankan maka jelas tidak mungkin untuk dapat memahami agama dan kenyataan sosial secara mendalam.

b. Cara Bersikap Kader IPNU – IPPNU

Memandang dunia sebagai sebuah kenyataan yang beragam, karena itu keberagaman harus diterima sebagai sebuah kenyataan. Namun juga bersikap aktif yaitu menjaga dan mempertahankan keberagaman serta kemajemukan agar mencapai suatu situasi kehidupan yang harmonis ( selaras ) saling mengenal ( Lita’arofu ) dan memperkaya diri dengan memahami perbedaan budaya yang amat beraneka ragam.

Dalam memahami keberagaman budaya dan suku bangsa, kader IPNU – IPPNU sudah selayaknya untuk tetap menjaga dan melestarikan asset bangsa yang tidak ternilai ini, IPNU – IPPNU juga menolak tegas sikap imperialisme baik secara langsung ataupun tidak langsung. sikap mengadu domba dan provokasi negatif untuk menghancurkan keharmonisan yang mengganggu stabilitas bangsa dan NKRI pada umumnya dan khususnya dalam kehidupan beragama.

Sikap moderat ( selalu mengambil jalan tengah ) dan menghargai perbedaan menjadi semangat utama dalam mengelola kemajemukan tersebut. Dengan demikian IPNU – IPPNU juga menolak tegas sikap anti keberagaman yang mengarah pada terciptanya situasi yang tidak kondusif dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu sudah menjadi kewajiban bagi kader IPNU – IPPNU sebagai pengemban tongkat estafet kepemimpinan NU masa depan untuk tetap menjaga dan melestarikan keberagaman sebagai wujud kepedulian dan penghormatan terhadap bangsa yang ‘Berbhineka Tunggal IKa “

c. Cara Bertindak Kader IPNU – IPPNU

Dalam bertindak, Aswaja juga mengakui adanya takdir ( kehendak Allah ) tetapi aswaja juga mengakui bahwa Allah SWT, telah memberikan akal dan pikiran serta kehendak. Oleh karena itu dalam bertindak IPNU – IPPNU sebagaimana dirumuskan oleh Imam Abu Hasan Al Asy’ari dan Abu Mansur Al Maturidi, tidak bersikap menerima dan menyerah begitu saja terhadap nasib dalam menghadapi kehendak Allah, tetapi berusaha mencapai takdir Allah yang disebut Kasab ( Usaha ). Dari sini kita dapat mencermati secara jelas bahwa kader IPNU sebagai kader Aswaja tentunya punya kewajiban tetap sepanjang hayat untuk tetap melakukan kasab / ikhtiar sebagaimana yang telah dirumuskan oleh Imam Abu Hasan Al Asy’ari dan Abu Mansur Al Maturidi.

Dengan demikian IPNU – IPPNU juga menolak tegas pemikiran kelompok Qodariyah yang beranggapan bahwa manusia adalah makhluk yang dapat berkuasa oleh dirinya sendiri, berkehendak semaunya karena Allah telah memberikan kekuatan, tenaga, akal, dan pikiran serta budi pekerti, sikap antroposentris yang dikembangkan oleh kelompok Qodariyah sangat mengesampingkan adanya takdir Allah, mereka beranggapan manusia tidak perlu dijaga dengan ketat karena sudah dibatasi oleh sejarah dan seleksi alam, sementara Allah tidak dibatasi oleh hal – hal tersebut.

IPNU – IPPNU juga menolak tegas anggapan Jabariyah yang beranggapan bahwa manusia berada dalam keterpaksaan sebab pada hakikatnya manusia diciptakan dengan takdir yang telah mengikatnya dari lahir sampai akhir hayat. Manusia cukup hanya menunggu takdir Allah sepanjang hayat dan tidak memiliki hak sedikitpun untuk berikhtiar menuju takdirnya.

Dengan demikian tindakan Aswaja IPNU – IPPNU adalah bukan tindakan sekuler melainkan sebuah proses pergerakan iman yang mengejawantah dalam seluruh aspek kehidupan.

2. Landasan Bersikap Kader IPNU – IPPNU

Sebagai seorang kader IPNU – IPPNU dalam menjalankan kegiatan pribadi dan Organisasi harus tetap memegang teguh nilai – nilai yang terkandung dalam nilai dasar Ahlussunnah wal jama’ah dan norma yang ada dalam kemasyarakatan. Landasan nilai ini diharapkan dapat membentuk watak diri seorang kader IPNU – IPPNU.
11
Nilai – nilai tersebut diharapkan dapat mengarahkan pola pola kehidupan yang baik baik dalam kehidupan keluarga,bermasyarakat,berbangsa dan bernegara.

Nilai – Nilai tersebut antara lain :

1. Diniyah / Agama
a. Tauhid ( Attauhid ) merupakan keyakinan yang kokoh terhadap Allah SWT, sebagai ruh dan sumber inspirasi berpikir dan bertindak, sehingga dalam pengejawantahan inspirasi dan inovasi tetap mengacu pada nilai ketauhidan yang telah digariskan dalam kaidah tauhid Ahlissussunnah waljamaah.
b. Persaudaraan dan persatuan ( Al ukhuwah Wal ittihad ) dengan mengededapkan rasa sikap welas asih dalam berprilaku, oleh karena itu kader IPNU – IPPNU diwajibkan untuk menjaga dan melestarikan rasa persaudaraan, pesatuan dan sifat welas asih baik dalam kehidupan bersama keluarga, beroganisasi, bermasyarakat dan berbangsa serta bernegara.
Rasa persaudaraan ( Al Ukhuwwah ) dalam Nahdlatul Ulama ada 4 macam yaitu,Ukhuwah Nahdliyyah,ukhuwaslamiya,Ukhuwah Wathaniyyah,dan Ukhuwwah Basyariyyah,hal tersebut membuktikan bahwa kader IPNU – IPPNU harus selalu mengedepankan rasa persaudaraan,dan rasawelas asih bagi sesama makhluk Tuhan,
c. Keluhuran moral ( Akhlakul karimah ) dengan menjunjung tinggi keluhuran kebenaran dan kejujuran ( Asshidqu ). Bentuk kejujuran dapat kita fahami dengan kejujuran dalam berbagai aspek kehidupan,baik dalam hubungan vertical maupun horizontal,untuk lebih jelasnya mari kita cermati pembagian ashidqu dibawah ini :
 Ashidqu Ilallah,sebagai pribadi yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, seorang kader IPNU – IPPNU harus dan jujur,karena sifat jujur itu merupakan pokok dari kebenaran,karena hakikatnya setiap tindakan dilihat oleh oleh sang kholik
 Ashidqu Ilal Ummah sebagai makhluk sosial manusia tudak dapat lepas dari komunikasi antar individu baik seora personal maupun kelompok,dan kader IPNU – IPPNU sebagai makhluk sosial tidak dapat lepas dari hubungan itu dituntut untuk memiliki

 sifat jujur dan benar kepada masyarakat ,dengan senantiasa melkukan pencerahan terhadap masyarakat. Dengan demikian asumsi masyrakat terhadap organisasi juga akan tetap baik bahkan mereka akan selalu membantu setiap aktivitas kita karena kita tetap memelihara kebenaran dan kejujuran.
 Ashidqu Ilannafsi,jujur dan benar terhadap diri sendiri merupakan sikap perbaikan diri dengan semangat peningkatan diri.

2. Keilmuan, Prestasi dan Kepeloporan
Menjunjung tinggi ilmu pengetahu dan teknologi dengan cara mningkatkan semangat belajar dan peningkatan kualitas SDM IPNU- IPPNU dan menghargai ahli – ahli atau sumber pengetahuan secara proporsional. Para ahli ilmu pengetahuan sudah selayaknya mendapatkan penghargaan atas jasanya mengembangkan ilmu pengetahuan secara professional,seorang kader IPNU – IPPNU juga diwajibkan dapat menjunjung tinggi nilai amal ,kerja dan prestasi sebagai bagian dari ibadah kepada Allah SWT,menjunjung tinggi nilai kepeloporan dalam mendorong, memacu, dan mempercepat perkembangan masyarakat.
3. Sosial Kemasyarakatan
Sikap kader IPNU – IPPNU sudah selakyaknya menjunjung tinggi nilai nilai kebersaaman dalam kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan bernegara, dengan semangat mementingkan kepentingan bersama dibandingkan mementingkan kepentingan Pribadi. Kader IPNU IPPNU juaga diharapkan untuk tetap dapat menadi penggerak dan pelopor setiap perubahan perubahan yang membawa maslahat bagi kehidupan bermasyarakat.
4. Keikhlasan
Menjujnjung tinggi sikap keikhlasan dalam berjhidmah serta berjuang dan menjunjung tinggi kesetiaan dan loyalitas kepada agama,bangsa dan Negara dengan melakukan ikhtiar perjuangan di bawah naungan NU.

PEMBERDAYAAN SEKOLAH DAN PESANTREN
SEBAGAI BASIS UTAMA KADER IPNU – IPPNU

a. Pemberdayaan Pelajar di Sekolah
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa kembali kepelejar bukan tanpa konsekwensi yang berat,perubahan makna juga membawa dampak pada perubahan polarisasi pembentukan kader,makna kepelajaran yang terpampang dalam singkatan IPNU – IPPNU membawa konsekwensi bahwa kader IPNU – IPPNU harus merupakan kader – kader terdidik adalah satu satunya pilihan yang tidak dapat ditawar – lagi atau dengan kata lain kebutuhan kader terdidik bagi IPNU – IPPNU adalah harga mati.

Sebuah konskuensi yang sangat logis apabila megembalikan basis IPNU – IPPNU pada sekolah dan pesantren sebagai basis utama, Karena pesantren dan sekolah merupakan tempat bagi pelajar dan santri untuk dapat menempa diri dalam mendalami ilmu pengetahuan,namun demikian pemaknaan pelajar pada segmen ini harus kita maknai secara luas dimana yang dimaksud dengan pelajar adalah remaja usia pelajar,yang seharusnya berada pada prosesi pembelajaran baik dilembaga formal maupun non formal,
Untuk merealisaikan ini IPNU – IPPNU harus melakukan Ekspansi ke sekolah dan pesantren sebagai basis berkumpulnya para pelajar dan santri. Sebab segmen garapan yang harus di kedepankan adalah santri dan pelajar sebagai kader – kader terdidik. Agenda ini sebenarnya sedang dilaksanakan,tetapi memang untuk mencapai target maksimal butuh waktu,dan proses yang amat panjang, ini memerlukan pengorbanan dan semangat perjuangan yang gigih dari kalangan kader kader IPNU – IPPNU itu sendiri.
Agenda untuk memberdayakan pelajar dengan cara mendirikan komisariat di sekolah merupakan kebutuhan yang amat mendesak bagi tumbuh kembangnya kader – kader terdidik IPNU – IPPNU masa depan.
Agenda ini bahkan tidak hanya dilaksanakan pada sekolah – sekolah di bawah naungan lembaga maarif NU,tetapi juga harus dilaksanakan juga pada lembaga – lembaga pendidikan umum yang bukan di bawah naungan NU. Pembentukan komisariat di lembaga formal adalah bentuk perlawanan,terhadap warisan kebijaksanaan lama yang menekan pelajar untuk tidak mengikuti kegiatan organisasi selain OSIS,Kita sudah sadar betul sudah saatnya pelajar diberi ruang gerak yang luas untuk mengembangkan potensi. Bahkan masuknya IPNU ke Sekolah adalah sebuah kesempatan besar untuk dapat bergaul secara nasional, hal ini dikandung maksud untuk membuka cakrawala yang seluas – luasnya bagi pelajar dan memberikan kesempatan pada mereka untuk beraktualiasasi dan belajar membaca realitas dalam kehidupannya.
Demikian pula untuk sekolah yang bersangkutan, Komisariat juga merupakan sarana yang tepat mengembangkan potensi bakat organisasi dari siswa –siswinya, sebab apabila kita melihat realitas yang ada, pengembangan bakat organisasi dan bakat intelektualitas siswa melalui OSIS tidak dapat berjalan maksimal,hal ini disebabkan oleh banyak factor,

diantaranya adalah kurangnya interaksi siswa dengan dunia luar, disamping itu bimbingan untuk para siswa juga masih kurang maksimal, jarang ada diskusi –diskusi yang dilaksanakan,bahkan kegiatan – kegiatan yang dilaksanakan berkisar pada bentuk kegiatan internal sekolah tersebut.

Disisi lain pelajar yang di luar sekolah – sekolah agama sering mengalami kegamangan karena kurangnya pencerahan religi yang mereka dapatkan, kita tahu dan sadar betul bahwa usia pelajar adalah masa transisi dari remaja kedewasa yang secara psikologis mereka sedang mencari jati dirinya, situasi demikan sangatlah riskan, masa – masa transisi ini merupakan masa yang teramat riskan dan kriritis,mereka mudah terjerumus pada sisi gelap yang tidak kita inginkan. Para remaja yang seharusnya merupakan tumpuan harapan ke depan justru merupakan agen destruksi sosial, oleh karena itu IPNU – IPPNU dalam menghadapi situasi dan kondisi yang demikian memiliki peran penting dalam memnduduki posisi sebagai pencerah dan pmbimbing reli bagi para pelajar yang mengalami hal tersebut.
IPNU menjadi wadah penyadaran moralitas pelajar yang mengalami masa kegamangan,bahkan tidak hanya itu saja, IPNU dapat menjadi urgen sebagai agen pembangun penyadaran moralitas dan pembumian nilai - nilai agama untuk mengembangkan daya intelektual dan sifat kritis para pelajar muslim.
Dengan Komitmen keilmuannya IPNU – IPPNU diharapkan menjadi wadah pengembangan keilmuan dan penciptaan kultur ilmiah d sekolah – sekolah, IPNU sudah saatnya menjadi perangsang pelajar untuk haus akan prestasi intelktual yang ingin mereka capai. Dengan demikian jelas penyaluran bakat para pelajar menjadi sangat terbantu dan sekaligus mampu mencapai keberhasilan yang mereka idam – Idamkan sesuai dengan bakat dan minat yang mereka miliki , demikian pula sekolah – sekolah akan lebih mudah untuk melaksanakan pembinaan moral kepada para siswanya.
Keuntungan melaksanakan proses kaderisasi di sekolah adalah,pertama kita lebih mudah mencetak kader – kader terdidik sebagai pemegang tongkat estavet kepemimpinan kader IPNU – IPPNU masa depan.Kedua gerakan kaderisasi akan lebih mudah dan berkesinambungan, ketiga pembusukan kader pelajar Nahdlatul Ulama masa depan akan sedikit terkurangi,dan masih banyak keuntungan keuntungan lain yang dapat kita peroleh.

Tidak jarang para pelajar yang ketika lulus sekolah dan terjun di masyarakat justru tidak dapat berbuat apa –apa ,karena memang di sekolah – sekolah mereka tidak dibentuk untuk menjadi kader yang siap terjun di masyarakat. maka kebutuhan pelajar yang mendesak adalah pendidkan organisasi yang mapan dan memadai untuk dapat beraktulisasi dengan masyarakat di lingkungannya.

b. Pemberdayaan Santri sebagai basis kader Ulama Masa Depan

Mengapa IPNU – IPPNU Masuk Pesantren? Perntanyaan ini sering muncul dalam berbagai kesempatan, terutama bagi orang – orang yang hanya memahami pelajar pada kontek yang formal, dimana pemahaman pelajar hanya berkisar pada pelajar sekolah formal belaka. Padahal kalau kita telaah lebih mendalam,pelajar pada konteks ini adalah pelajar dalam arti yang luas dimana pelajar yang dimaksud pelajar secara menyeluruh.
Disamping itu pesantren adalah induk yang melahirkan Nahdlatual Ulama, dan lembaga ini adalah “Ibu “ yang telah melahirkan Jamiyah terbesar di Indonesia ini,Demikian pula IPNU dalam proses kelahirannya tidak dapat lepas dari peran dan pengarus pengaruh pesantren. Sebagai basis NU,Pesantren banyak melahirkan ulama besar yang memiliki peran besar bagi perkembangan NU sepanjang waktu. Pesantren adalah tempat untuk menggali pengetahuan agama,sekaligus merupakan lembaga yang memiliki peran penting bagi perkembangan NU,dan juga miliki peran srategis bagi perkembangan masyarakat. Ada dua alasan besar mengapa IPNU – IPPNU harus melakukanekspansi ke pesantren sebagai lembaga pendidikan asli Indonesia ini. Pertama, Pesantren pada masa pra kemerdekaan adalah lembaga yang sangat responsive terhadap perkemangan – perkembangan dan gejala - gejala sosial yang adadimasyarakat . Bahkan hamper setiap perubahan yang terjadi “ di dalangi “ oleh pesantren Namun demikian perkembangan pesantren belakangan ini banyak mengalami perubahan dan pergeseran mendasar , lembaga ini yang pada awalnya menjadi control sosial yang bersifat responsive,terhadap reaksi – reaksi sosial sekarang masih bersifat asketik,lebih banyak hanya menjadi tempat mengaji dan berdzikir dengan tanpa menekankan padakiprah sosial budaya dn politik, sehingga kita melihat kodisi yang demikian,maka pesantren harus kita kembalikan pada statusnya semula bahwa pesantren adalah kritik control sosial,sebagai sub kultur independen,pesantren harus kembali pada statusnya sebagai agen perubahan, untuk dapat mengembalikan Pesantren pada fungsi semula memang tidaklah mudah, harus ada perubahan – perubahan berarti pada pesantren untuk dapat memiliki kesiapan untuk mengikuti perubahan dan kemajuan dari berbagai segi. Kalangan pesantren sering mengalami “ gagap “ sosial “ karena para santri tidak memilikipengetahuan sosial yang memadai untuk dapat membaca realitas sosial yang ada. Lebih dari itu para santren sering mengalami keketeran dalam penyesuaian. Kaum santri sering kesulitan ntuk dapat membumikan ilmu agama yang telah diperolehnya dari pesantren.
Dalam kerangka ini IPNU – IPPNU sudah saatnya mengambil peran penting untuk memacu para santri untuk menjadi agen perubahan. Disinilah kita dapat melihat bahwa IPNU – IPPNU masuk pesantren adalah momen yang maha penting untuk melaksanakan “ Perkawinan Intelektual “ antara pemikiran pesantren dengan pelajar formal yang masing – masing sisinya memiliki kekurangan. IPNU – IPPNU harus mampu memfasilitasi hal tersebut.

Alasan kedua pesaantren adalah pusat pengembangan ilmu pengetahuan agama di tanah air. Corak dan warna masyarakat juga amat dipengaruhi oleh keberadaan pesantren,lebih jelasnya pesantren adalah tempat penggodokan masalah diniyyah yang dibutuhkan oleh masyarakat. Pengembangan yang diperlukan oleh santri tidak hanya pada ilu diniyyah semata tetapi juga ilmu – sosial,sebab pada hakikatnya mereka memiliki pearn penting dal control – control sosial masyarakt yang berkembang saat ini. Peran IPNU – IPPNU yang menempati fungsi sebagai egen perubag paradigma pemikiran sosial merupakan wadah yang sangat tepat untuk menjadi tempat mereka untuk dapat menemati diri dalam mempelalajari proses bagaimana cara beraktualisasi di masyarakat,agar gagap sosial dikalangan santri tidak lagi terjadi, merekaakan dengan mudah menempatkan diri pada posisinya dalam membumikan ilmu – ilmu agama di tengah – tengah masyarakat, jadi dengan demikian diharapkan peran santri dengan memasuki IPNU – IPPNU dapat mengalami perubahan berarti tanpa menghilangkan identitasnya sebagai santri. Sebab santri dan pesantren adalah 2 segmen yang telah berperan penting dalam kelahiran NU dan kelahiran penerus para ulama masa depan.
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN IPNU – IPPNU

Tahun 1373 H. bertepatan dengan 1954 M. adalah babak New Era bagi perjalanan generasi muda NU yang tergabung dalam IPNU. Organisasi yang pada awalnya mengalami perjalanan panjang sebelum memperoleh identitas nasional bernama IPNU sebelumnya banyak bemunculan organisasi pelajar yang bersifat kedaerahan dan mereka melaksanakan kegiatan dan rutinitas yang berbeda–beda, meski demikian kegiatan–kegiatan yang mereka laksanakan tidak jauh bahkan masih kental sekali dengan tradisi–tradisi Nahdlatul ulama seperti; Tahlilan, pembacaan maulid Barzanji, yasinan, dan lain sebagainya. Kelompok-kelompok semacam ini banyak bermunculan di hampir seluruh pelosok tanah air, di kampung, dan dikota di lembaga formal seperti sekolah dan non formal seperti pesantren bahkan perguruan tinggi meskipun jumlahnya masih sangat sedikit.

Organisasi yang muncul dan lahir sebelum tahun 1954 M. / 1373 H. masih bersifat kedaerahan semata seperti, Tsamrotul Mustafidin ( 1936 ), Persano ( 1945 ), Permuno di Malang ( 1945 ), Ijmau Tholabah (1945 ) di Surabaya, Perpeno, dan IPENO di Medan. Pada dasarnya mereka memiliki kesamaan pandangan tentang gerakan kepelajaran NU, kemudian setelah mengalami perjalanan panjang dan melelahkan akhirnya pada Konferensi Besar Ma’arif Nahdlatul Ulama, pada tanggal 24 Pebruari 1954 M. bertepatan dengan tanggal 20 Jumadil Akhir tahun 1373 H., Para pelajar Nahdlatul Ulama memiliki Induk Organisasi yang bersifat nasional yang sesuai dengan kesepakatan bersama yaitu IPNU. Pada deklarasi itu terpilihlah seorang tokoh intelektual Muda NU benama Tolchah Mansoer sebagai Ketua Umum IPNU yang pertama, meskipun pada saat itu beliau tidak dapat hadir dalam konferensi tersebut.

Menindaklanjuti hasil keputusan pada saat Konferensi Besar Maarif Nahdlatul Uama, maka diselenggarakanlah sebuah Konferensi Panca daerah yang terdiri dari, Semarang, kediri, Surakarta, Jombang dan Yogyakarta. Konferensi berlangsung dari tanggal 29 April s/d 1 Mei 1954 di Surakarta, pada Konferensi tersebut menetapkan Tolchah Mansoer sebagai Ketua Umum PP IPNU yang pertama dan Yogyakarta sebagai Kantor pusat PP IPNU. dalam kesempatan itu dirumuskan tujuan dan Visi- Misi IPNU sebagai satu tonggak utama perjalanan IPNU dimasa yang akan datang.

Pada Muktamar NU ke-20 yang berlangsung mulai tanggal 9-14 September 1954 M, setelah Ketua Umum PP IPNU yang pertama M. Tolchah Mansoer menyampaikan gagasan - gagasannya di hadapan seluruh peserta muktamar maka secara resmi Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) diakui secara resmi oleh PBNU sebagai bagian dari organisasi pelajar di bawah naungan NU. Perjalanan IPNU tidak mulus dan mudah, banyak tantangan – tantangan yang teramat berat yang dialami oleh PP IPNU pada saat itu, Jumlah pelajar NU saat itu sangat sedikit sehingga diibaratkan oleh M. Tolchah Mansur bahwa mencari pelajar dari kalangan NU bagaikan mencari sebuah jarum dalam tumpukan pasir, disamping itu pola pemikiran antara kaum terpelajar yang bernota bene sebagai peserta didik di lembaga formal dan kaum santri sangat agak sedikit berseberangan sehinga butuh waktu cukup lama agar dapat menyatukan pemikiran dari kedua kelompok yang justru merupakan basis kader IPNU sendiri.

Untuk memperkokoh Organisasinya, IPNU melaksanakan muktamarnya ( Baca : Kongres ) yang pertama yang berlangsung di Malang – Jawa Timur yang berlangsung dari tanggal 28 Februari 1955 M / 1374 H, turut hadir dalam perhelatan IPNU tingkat Nasional tersebut, Presiden RI pertama Ir. Soekarno, dalam muktamar tersebut Ir.Soekarno dalam pidatonya mengukuhkan IPNU sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari organisasi Pemuda di Indonesia, yang memiliki peran dan tugas penting yang sama dengan organisasi pemuda Indonesia yang lainnya yaitu menggalang kesatuan dan persatuan bangsa, dan mulai saat itu popularitas IPNU mulai merebak dikalangan masyarakat, baik di kalangan NU maupun di luar NU, terlebih lagi pidato presiden Soekarno di siarkan langsung lewat RRI dan di beritakan oleh media massa, dalam muktamar ini IPNU mendapat angin segar untuk dapat berkembang lebih progresif.

Dalam Muktamar ini turut hadir pula tokoh – tokoh santri pada masa itu seperti ; Abdurrohman Wahid ( Presiden RI ke – 4 dan Ketua Umum PBNU 1999 -2004 ) dan Ilyas Rukhyat ( Rais Aam PBNU 1994 – 1999 ).
Sebagai organisasi pelajar dan terpelajar, pengurus PP IPNU banyak didominasi oleh tokoh – tokoh yang masih berkecimpung dalam dunia pendidikan seperti: M. Tolchah Mansoer ( Mahasiswa UGM ) Ismail ( Mahasiswa IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ) di daerah – daerah juga banyak didominasi oleh para Mahasiswa Seperti Mahbub Djunaedi, dan Sahal makmun ( Mahasiswa UI ) disamping tokoh – tokoh santri seperti

Abdurrohman Wahid dari Jombang Jawa Timur dan Ilyas Rukhyat dari Jawa Barat.
Dalam Kongres I itu pelajar putri juga memiliki ghiroh untuk dapat berkecimpung dalam organisasi kepelajaran dalam level nasional setelah mengalami proses yang panjang, maka pada tanggal 2 Maret 1955 M, Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama ( IPPNU ) berdiri, tokoh–tokoh pendirinya antara lain, Umroh Mahfudzoh, Latifah Mawardi, Atikah Murtadlo, dan samdiyah, turut berperan dalam proses deklarasi itu Sahabati Nihayah dari Fatayat NU. dan terpilih dalam deklarasi itu Rekanita Umroh Machfudzoh sebagai ketua umum PP IPPNU yang pertama. Deklarasi tersebut merupakan tonggak awal bagi pelajar putri di bawah Nahdlatul ulama untuk menyusun gerakan kaderisasi pelajar, pada awalnya gerakan IPPNU masih banyak mengacu pada gerakan–gerakan IPNU sebagai barometer untuk menyusun pola– pola gerakan awal dalam menata prosesi pengkaderan, meskipun akhirnya mereka mampu untuk melaksanakan pengkaderan sendiri.

PASCA KONGRES X JOMBANG 1988
( sarana menghindari Likuidasi )


Perubahan zaman memang tidak dapat dihindari tetapi dihadapi dan dilaksanakan sebagaimana adanya, Perubahan rezim merupakan pemicu awal perubahan gerakan. baik ditubuh Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama maupun Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama, Makna “ P “ yang pada awalnya adalah Pelajar, dengan serta merta harus berubah menjadi “Putra“ karena menghindari likuidasi pemerintah orde baru yang saat itu sedang menancapkan cakar tajamnya, dimana pada saat itu muncul peraturan pemerintah berupa SKB tiga menteri No. 8/1988 tentang organisasi pelajar yang isinya kurang lebih melarang organisasi pelajar di sekolah selain OSIS, padahal kalau kita cermati lebih lanjut fungsi dan peran OSIS dalam pengembangan bakat intelektual dan skill siswa sangat tidak memadahi, peristiwa munculnya Peraturan pemerintah tersebut kemudian kita kenal dengan istilah “Depolitisasi Pelajar“, karena dengan dasar Peraturan Pemerintah tersebut gerak langkah organisasi pelajar dalam kancah politik sangat dibatasi dan selalu menekan aktivisnya dengan istilah pelanggaran tindak subversif serta tindakan makar terhadap pemerintah.
Makna P yang mengalami perubahan tersebut dimaksudkan agar IPNU– IPPNU tetap dapat berkembang dan survive dalam menghadapi rezim orde baru.

Perubahan ini membawa dampak yang sangat urgen pada arah dan pola gerakan pengkaderan organisasi. Cakupan bidang garapan IPNU – IPPNU menjadi sangat luas dan sangat beragam, sejak saat itu IPNU – IPPNU dihadapkan pada target group yang sangat beragam, dan dengan latar belakang yang beragam pula. Perubahan target group ini bukan tanpa konsekwensi, kesulitan terberat yang dihadapi IPNU – IPPNU saat itu adalah pendekatan terhadap segmen –segmen kader yang beragam itu, disamping itu konsekuensi lain yang harus ditanggung oleh IPNU – IPPNU adalah tidak optimalnya menggarap kader terdidik yang menjadi tulang punggung untuk melanjutkan kiprah dan perjuangan kader – kader IPNU – IPPNU dimasa depan.

Kesulitan lain yang dijumpai saat itu adalah segi keanggotaan yang sangat beragam, anggota yang semula hanya berada pada ranah pelajar kini berubah pada ranah yang lebih luas yaitu ranah remaja islam Nahdlatul ulama dengan latar belakang pendidikan yang amat beragam, perubahan ini menjadikan langkah dan gerakan IPNU terlihat ngambang. IPNU – IPPNU seakan kehilangan jati dirinya sebagai organisasi keterpelajaran, namun demikin kader – kader kita tidak patah semangat untuk tetap mengembangkan pola –pola pengkaderan meski disana – sini banyak terjadi perubahan - perubahan yang sangat urgen sebagai bentuk penyesuaian, namun demikian wacana – wacana tentang keinginan untuk kembali kearah keterpelajaran tetap bergulir dari waktu ke waktu hingga pecahnya gejolak reformasi dengan diawali demontsrasi mahasiswa di berbagai daerah di seluruh Indonesia pada tahun 1998 dan berakhir dengan tumbangnya rezim orde baru di bawah kepemimpinan Jendral besar Soeharto.

Setelah era reformasi dimulai, pemikiran, wacana maupun konsep kembali ke habitatnya sebagai organisasi pelajar semakin gencar di munculkan, namun demikian setelah sepuluh tahun menjadi Ikatan Putra Nandlatul Ulama dan Ikatan Putri – Putri Nahdlatul Ulama ternyata tidak dapat serta merta berubah kembali menjadi Ikatan Pelajar kembali, butuh waktu dan proses yang sangat panjang dan perang urat saraf untuk dapat mengembalikan IPNU – IPPNU pada habitatnya semula yaitu sebagai organisasi pelajar .

DEKLARASI MAKASAR 2000
“ KHITTOH IPNU KEMBALI KE PELAJAR”


Setelah kurang lebih dua tahun lamanya, perang polemik di berbagai daerah untuk tetap bertahan atau berubah pada ranah gerakan yang berbeda, maka seiring dengan perubahan millennium, tepatnya pada
kongres XIII tahun 2000 di Makasar, konsep itu bergulir deras bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya, timbulllah sebuah kesepakatan bersama (Common sense) untuk dapat kembali menemukan sesuatu yang selama ini hilang sejak tahun 1988, yaitu hilangnya jati diri IPNU – IPPNU sebagai organisasi pelajar. Konsep untuk dapat kembali kearah keterpelajaran ini kemudian tertuang dengan mengembalikan arah Gerakan IPNU – IPPNU pada ranah dan visi kepelajaran, dan menumbuhkembangkan IPNU – IPPNU pada basis perjuangan sekolah dan pesantren, dan mengembalikan CBP yang lahir pada tahun 1965 untuk kembali pada ranah kedisiplinan, kepanduan dan kepencintaalaman, semua itu dicanangkan untuk dapat memuluskan pencapaian target dan tujuan IPNU sebagai organisasi kepelajaran yaitu terbentuknya putra – putra bangsa yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, berilmu, berakhlak mulia, dan berwawasan islam berhaluan Ahlussunnah waljamaah, yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945.

Dengan demikian arah kembali kearah kepelajaran sudah mengalami perkembangan yang menggembirakan,meski sekali lagi butuh waktu, dan pengorbanan yang tidak sedikit untuk dapat mencapai target tersebut.

KONGRES XIV 2003 SURABAYA
“SEBUAH PENEGASAN KITTAH IPNU TAHUN 1954 “


Deklarasi makasar tahun 2000 adalah sebuah tonggak awal untuk kembali ke pelajar, konsep dan wacana yang muncul untuk mengembalikan IPNU – IPPNU kembali pada gerakan Kepelajaran, semakin deras dan bermunculan terutama dari kader – kader PW Jawa Tengah, mereka beranggapan bahwa kebutuhan kader – kader berkualitas kini sudah saatnya dijawab, IPNU – IPPNU sebagai “ Kawah Candra dimukanya” kader Nahdlatul Ulama, diharapkan dapat mencetak kader–kader militan berdedikasi dan memiliki intelektualitas yang tinggi, untuk dapat menciptakan kader yang berkualitas yang dapat meneruskan estafet kepemimpinan Nahdlatul ulama ke depan,

maka yang harus menjadi konsentrasi utama adalah peningkatan SDM pada proses kaderisasi di setiap tingkatan sangat diperlukan. Kesadaran inilah yang muncul pada Kongres ke XIV di Surabaya yang berlangsung dari tanggal 18- 24 Juni 2003, dari kesadaran ini sebuah perubahan signifikan yang menorehkan sejarah baru perkembangan IPNU – IPPNU, yaitu konsep mengembalikan IPNU - IPPNU pada Pelajar, Kongres ini mengalami perdebatan yang sangat panjang dan melelahkan bahkan terjadi aksi walk out dari kader – kader PW Jawa Tengah, demi tercapainya Khittah IPNU kembali ke pelajar sesuai dengan segmen gerakan tahun 1954.

Keputusan untuk mengembalikan IPNU-IPPNU untuk “Kembali ke kandangnya“ adalah dianggap sudah menjadi pilihan yang terbaik ditengah perubahan dan kompleksitas tantangan yang sedang dialami oleh NU, sebab pelajar adalah segmen penting yang harus dibina dan diapresisiasikan karena komponen inilah sebenarnya yang menjadi asset masa depan sebagai kekuatan utama yang selama ini tidak diperhatikan oleh Nahdlatul Ulama, oleh karena itu IPNU – IPPNU sebagai organisasi pelajar pada saat ini sangat dibutuhkan sebagai organisasi yang secara intensif menjadi wadah pemberdayaan pelajar Nahdlatul Ulama.
Dengan keputusan ini maka jelas kader – kader IPNU – IPPNU telah bertekad bulat untuk mengembalikan basis masanya ke sekolah dan pesantren. IPNU–IPPNU yang selama ini mempunyai bidang garapan yang amat luas dan kompleks, sehingga terkesan bidang garapan kaderisasi menjadi samar, karena istilah “Putra“ tidak memiliki identifikasi yang jelas, maka pada saat mendatang segmen garapan IPNU-IPPNU harus diperjelas pada segmen santri dan pelajar. Untuk dapat mencapai target tersebut tentunya mengalami transisi yang sangat panjang karena sampai saat ini kader IPNU–IPPNU yang tidak terdidik banyak dan berserakan dimana-mana. Namun begitu sesungguhnya yang lebih penting saat ini adalah memaknai “Kembali ke Pelajar“ adalah dengan pemaknaan yang sangat luas, yakni sebagai sebuah komitmen membentuk dirinya dengan learning Society.
Kembali ke Pelajar juga sebuah penegasan tekad kader – kader IPNU untuk kembali pada tujuan awal berdirinya IPNU – IPPNU pada tahu 1954 dan 1955 yang dengan tegas memproklamirkan dirinya sebagi organisasi pelajar, yang secara jelas basis nyata itu sekolah dan pelajar, baik yang berada di bawah naungan LP Maarif maupun di luar LP Maarif. Disamping ketegasan sikap ini merupakan ketegasan sikap dan bentuk perlawanan terhadap keberadaan perkembangan IPNU – IPPNU yang arah gerakan serta basisnya menjadi samar akibat perubahan makna kata pada tahun 1988.

MEMBEDAH ORIENTASI VISI IPNU DARI KONGRES KE KONGRES

Ikatan Pealajar Nahdlatul Ulama adalah organisasi kepelajaran yang tidak terlepas dari proses perubahan dan perkembangan situasi masyarakat. Perubahan yang terjadi bukan untuk dihindari tetapi harus dihadapi. Dalam bingkai sejarah dari masa ke masa, Sebagai kader penerus NU masa depan yang akan mengemban tanggung jawab berat menerima peran estafet kepemimpinan yang sedang menempa diri dalam wadah organisi kepelajaran sangat pelu kiranya untuk dapat mengetahui orientasi visi IPNU dari kongres ke kongres, hal ini disebabkan karena keputusan kongres adalah merupakan pedoman perubahan yang berpengaruh besar arah gerakan IPNU dari waktu ke waktu. Kita juga perlu mengetahui peran dan fungsi apa saja yang
membinkai arah gerakan IPNU dalam kurun waktu tahun 1954 – 2006, adapun catatan – catatan penting penting yang membingkai arah gerakan IPNU adalah sebagai berikut :

1. Kongres I IPNU,tanggal 24 – 3 Maret 1955 di Malang Jawa Timur,terpilih sebagai ketua M, Tolchah Mansur seorang Mahasiswa UGM Yogyakarta. Pada saat ini lahirlah Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama ( IPPNU ) sebagai patner IPNU dalam mengkader putri – putri Nahdlatul Ulama, Dalam Kongres I ini Juga disepakati bahwa arah gerak langka IPNU berpartisipasi aktif dalam penataan generasi muda bangsa sesuai engan situasi politik Negara saat itu.
2. Kongres II,Tanggal 1 – 4 Januari 1957 di Pekalongan mempunyai keputusan - keputusan penting terkait pembumian IPNU dengan jalan pembentukan Pimpinan Wilayah, mengkaji keterkaitan dengan Lembaga Maarif NU dalam membina sekolah – sekolah di bawah naunan LP Maarif,partisipasi bela Negara dan mempersiapkan berdirinya departemen Kemahasiswaan ditubuh IPNU.
3. kongres III, 27 – 31 Desember 1958 di Cirebon. Menghasilkan Keputusan – keputusan antara lain ; mendirikan Departemen Perguruan tinggi serta mempersiapkan berdirinya cabang – cabang guna mempersiapkan partisipasi Bela Negara. Mempersiapkan berdirinya Corp Brigade Pembangunan ( CBP ).
4. Kongres IV,11 – 14 Februari 1961 di Yogyakarta. Menghasilkan keputusan – keputusan sikap pada keputusan sebelumnya khususnya dengan konsep keislaman,kebangsaan dan Bela Negara.
5. Kongres V,Juli 1963 di Purwokerto Jawa Tengah,merekomendasikan tokoh Pendiri NU menjadi pahlawan Nasional,penataan cabang – cabang dan persiapan pembentukan Corp Brigade Pembangunan ( CBP )
6. Kongres VI,20-24 Agustus 1966 di Surabaya bersamaan dengan PORSENI Nasional yang memilih Asnawi latif Kader Jawa Timur sebagai ketua yang melahirkan berbagai keputusan dan kebijakan ; IPNU memohon untuk menjadi Badan Otonom,sehingga pada Muktamar di Bandung tahun 1967 IPNU – IPPNU resmi menjadi Badan Otonom NU sampai sekarang,meindahkan secretariat dari Yogyakarta ke Jakarta,turut serta dalam pembersihan sisa – sisa gerakan G 30 S/PKI di daerah – daerah,dalam fase ini IPNU perkembangan dan perubahan masa transisi politik memaksa IPNU untuk turut serta dalam kancah dan momen politik bernegara.
7. Kongres VII,20-25 Agustus 1970, disemarang yang mengukuhkan kembali Asnawi latif sebagai Ketua Umum IPNU,berkiprah pada politik praktis,sebagai konsistensi terhadap Gerakan NU dan Konsentrasi pada perkembanganseni dan Olahraga.
8. Kongres VIII,26 – 25 Desember 1976, di Jakarta,terpilih sebagai ketua Umum Tosari Wijaya,kongres ini mengamanatkan berdirinya departemen kemahasiswaan,serta kesimpulan bahwa peran serta IPNU dalam kancah politik praktis mempunyai implikasi negatif bagi pengembangan kader di sekolah – sekolah dan perguruan tinggi.
9. Kongres IX,20 – 25 Juni 1981, di Cirebon menghasilkan Ahsin Zaidi sebagai ketua Umum,dan menghasilkan beberapa dictum rekomendasi dan kritisisme bahwa perkembangan IPNU mengalami penurunan,sehingga dan peran sebagai organ muda dengan wilayah garap spesifik di tubuh NU,bergabungnyaNU ke PPP serta terbitnya UU No 3 tahun 1985. tentang orsospol dan UU tentang keormasan yang mengharuskan yang mengharuskan IPNU hengkanh dari sekolah menambah kepahitan perjuangan pengemban amanat kongres.
10. Kongres X,29 -30 Januari 1988 di Jombang,Terpilih sebagai ketua Umum Zainut Tauhid Sa’ady,Dalam Kongres ini IPNU menerima Pancasila sebagai asas organisasi,dan perubahan dari pelajar ke putra NU.
11. Kongres XI,23 – 27 Desember 1991 di Rembang yang mengasilkan rekomendasi pemerintah agar membubarkan SDSB dan penguatan dan penguatan hingga ke struktur ke bawah.
12. Kongres XII, 10 -15 Juli 1996 di garut Jawa barat,terpilih sebagai ketua Umum Hilmy Muhamadiya sebagai ketua umum,Kongres ini menghasilkan keputusan bahwa IPNU sebagai organisasi kader bertekad bertekad mendukung kebijakan NU sebagai organisasi Induk dalam upaya pengermbangan organisasi ke depan.
13. Kongres XIII,23 – 26 Tahun 2000 di Makasar, terpilih sebagai ketua umum adalah Abdullah Azwar Anas. Keputusan krusial yang diambil oleh Kongres mengembalikan IPNU pada Visi kepelajaran sebagaimana Visi Awal berdirinya IPNU – IPPNU. Menumbuh kembangkan IPNU dalam proses pengkaderan dan mengembalikan IPNU pada basis Pesantren dan sekolah.
14. Konres XIV IPNU tanggal 18 – 22 Juni 2003, terpilih sebagai ketua Umum Mujtahurrido dengan keputusan kongres yang sangat spektakuler,yaitu merubah akronim IPNU menjadi Ikatan Pelajar Nahdlatul Uama,serta memepertegas Visi Organisasi sebagai organ pengkaderan ditubuh NU. Hal ini diwujudkn sebagai wujud Spesifikasi gerakan NU.
15. Kongres XV tanggal 9-12 Juli tahun 2006 terpilih sebagai ketua umum Idy Muzayad,keputusan – keputusan penting dalam kongres ini adalah upaya mengakhiri masa transisi dari putra ke pelajar sesungguhnya. Mengubah Citra diri IPNu menjadi Prinsip prinsip perjuangan IPNU ( P2 IPNU ).

Dari Visi- visi yang telah disebutkan di atas,maka jelaslah bahwa gerak langkah IPNU dari waktu ke waktu banyak mengalami perubahan dan penyesuaian sesuai dengan kondisi yang terjadi pada masanya. Perubahan – perubahan itu mengandung maksud agar Ikatan pelajar Nahdlatul ULama bisa tetap beraktualisasi dengan keberadaan zaman, oleh karena itu kader – kader IPNU kedepan diharapkan lebih peka terhadap perkembangan yang ada agar eksistensi IPNU tetap terjaga,tetapi perubahan ini tentunya tetap mengacu pada aqidah dan ideology aswaja sebagai dasar perjuangan.

Dengan memahami dimensi kesejarahan dan meletakannya sebagai landasan kepentingan organisasi maka sikap dan komitmen terhadap kepentingan bersama,tetap menjadi ruh dalam segala gerak langkah kader kita,dan menjiwai semangata perjuangan bersama. Sebab bagaimanapun IPNU yang berdiri tegak ditengah kancah perubahan yang global saat ini tidak lepas dari hasil perjuangan dan cucuran keringat para pendahulu kita.


PERAN DAN POSISI IPNU – IPPNU DIINTERNAL NU

Jika kita menelaah lebih dalam gerakan Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama ( IPNU )dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama ( IPPNU ) dari awal berdirinya organisasi ini sampai dengan sekarang tidaklah lepas dari posisi dan perannya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kader penerus yang akan menerima tongkat estavet perjuangan para ulama dimasa yang akan datang. Posisi IPNU- IPPNU di Internal NU secara realitas kelembagaan adalah bagian yang tak terpisahkan yaitu Badan otonom yang memiliki tugas dan fungsi sebagaimana badan otonom yangyang lain seperti halnya GP Ansor,Fatayat Muslimat dan lain – lain,dimana fungsi dan tugas IPNU – IPPNU sebagai organisasi pelajar adalah menghimpun pelajar Nahdlatul Ulama dan mengarahkannya pada arah perkembangan – perkembangan kader yang positif,produktif responsive dan progresif.

Disamping itu kedudukannya sebagai badan otonom juga memiliki tugas yang lebih utama yaitu melaksanakan kebijakan Nahdlatul Uama,terutama yang berkaitan yang berkaitan dengan suatu kelompok tertentu dimana perbedaan kelompok – kelompok yang berdiri sendiri dan berhak mengatur rumah tangganya sendiri ini hanya hanya dapat dilihat dengan perbebedaan sasaran kelompok yang menjadi bidang garapannya masing – masing, dengan demikian IPNU sebagai organisasi pelajar memiliki kewajiban secara kelembagaan untuk melaksanakan kebijakan – kebijakan Nahdlatul Ulama dalam bidang keterpelajaran. Meski dapat mengatur rumah tangganya sendiri PD/PRT IPNU – IPPNU harus tetap mengacu pada AD/ART NU,bahkan apabila ditemukan adanya ketidaksesuaian subtansi dengan AD/ART NU maka NU berhak mencabut hasil keabsahan pasal terkait sekaligus merubah subtansi PD/PRT yang bertentangan. Demikian pula dengan Badan Otonom yang lain,aturan ini juga diberlakukan oleh NU ( Baca : PBNU ) apabila terdapat PD/PRT yang bertentangan dengan Nu terutama dalam hal – hal yang bersifat prinsipil organisasi dan syariat yang dianut oleh jamiyah terbesar di Indonesia ini.

PERAN DAN POSISI IPNU – IPPNU DI EKSTERNAL NU

Pembicaraan tentang peran dan posisi IPNU – IPPNU di luar lingkup Nahdlatul Ulama, maka kita tidak dapat lepas dari kedudukan IPNU – IPPNU secara Universal, dimana kedua organisasi sebagai bagian yang tak terpisahkan dari NKRI, maka IPNU – IPPNU adalah bagian dari generasi muda bangsa yang memiliki tanggung jawab terhadap kelangsungan hidup bangsa dan Negara kesatuan Republik Indonesia..Sebab kelangsungan bangsa dan negara kita bukan hanya tanggung jawab militer semata tetapi juga merupakan tanggung jawab setiap warga Negara sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 pasal 30 tentang kewajiban bela Negara.

Menjaga kelangsungan kehidupan bangsa ini memiliki makna yang cukup luas, makna ini meliputi kehidupan berbangsa dan bernegara secara utuh dan menyeluruh dalam berbagai aspek kehidupan seperti aspek pendidikan, politik, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.

Sebagai generasi muda yang secara realitas merupakan tulang punggung bangsa,maka sudah barang tentu IPNU – IPPNU IPNU – berkewajiban untuk tetap mengambil bagian dari hal – hal tersebut di atas,terlebih lagi IPNU IPPNU adalah kader – kader muda terdidik yang memiliki potensi yang tinggi untuk dapat memberikan sumbangsih terhadap arah dan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Terutama sbagai sosial control terhadap perubahan – perubahan yang terjadi, wawasan keilmuan dan potensi yang dimiliki oleh para kadernya hendaknya mampu untuk memnyumbangkan yang terbaik untuk negaranya.,

IPNU – IPNU juga merupaka bagian yang tidak terpisahkan dari upaya perjuangan NU serta cita – cita bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Peran ini dapat dimulai dari lingkungan masyarakat yang ada di sekitarnya,dalam kehidupan bermasyarakat,kader – Kader IPNU – IPPNU hendaknya dapat mewarnai dan sekaligus mempelopori gerakan positif progresif yang dapat membawa perkembangan dan kemajuan masyarakat yang ada yang di lingkungannya terutama dalam segmen pendidikan politik,sosial dan budaya.

Disisi lain kader IPNU- IPPNU juga harus peka terhadap gejala – gejala sosial yang timbul di lingkungannya. Terutama gejala sosial yang belakangan ini merebak dan dapat merusak moralitas generasi muda bangsa. Peran ini tentunya sesuai dengan tugas dan kewajiban masing masing seperti CBP – KKP misalnya, disamping memiliki tugas pokok sebagai pengaman program IPNU – IPPNU tetapi juga sebagai kader yang berkewajiban untuk dapat berperan dalalm ehidupanbermasyarakat tanpa mengesampingkan aturan – aturan yang ada dalam tubuh CBP – KKP itu sendiri, Segmen – segmen ketrampilan yang dimiliki hendaknya dapat menjadi bekal dalam berbagai kegiatan sosial,sebagai contoh kecil ketika terjadi bencana alam maka ketrampilan teknik penyelamatan korban yang telah dimiliki hendaknya dapat dipergunakan untu dapat membantu para korban bencana,demikian kader IPNU – IPPNU yang lain,pada kondisis demikian dapat memanfaatkan moment ini untuk mendirikan posko bantuan korban bencana alam, kemudian memberikan pencerahan dan bimbingan terhadap para korban yang sudah barang tentu mengalami trauma yang berat akibat bencana alam.

Peran kader IPNU – IPPNU sebagai kekuatan yang amat potensial untuk dapat memunculkan gagasan, konsep – konsep dan inovasi yang sarat etos dan semangat kepeloporan guna memberikan sumbangsih yang berarti bagi kemajuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.