Oleh: Azizun Chakim (pembina PC IPNU Kab. pekalongan)
Kongres Sukolilo Surabaya tahun 2003 telah menjadi sejarah bagi IPNU karena telah bergantinya akronim P “Putra” ke “Pelajar”, dan ini juga telah dimantapkan kembali dalam kongres di Asrama haji pondok Gede Jakarta tahun 2006 dengan tetap menjadikan nama Ikatan Pelajar Nahdlatul `Ulama. Dengan tetap menjadi pelajar maka ipnu akan semakin memantapkan dan menfokuskan gerakannya pada pelajar. Pelajar disini tidak hanya di sekolah tapi usia pelajar juga menjadi garapanya. Dimana kalau sudah bicara pelajar maka tak bisa lepas dari ilmu. Karena tugas pelajar adalah untuk selalu belajar.
Sebagai organisasi yang berbasis keilmuan maka dalam gerakanyapun harus senantiasa untuk mengedepankan kegiatan-kegiatan yang mempunyai nilai-nilai keilmuan, apalagi ipnu juga merupakan organisasi kader yang nantinya akan dipersiapkan menjadi kader bangsa dan juga kader NU itu sendiri sehingga dituntut untuk bisa punya bekal karena ketika suatu saat tali estafet kepemimpinan diserahkan ke kita, maka haruslah siap.
IPNU harus mampu menampung kebutuhan-kebutuhan pelajar sehingga keberadaannya akan dirasakan manfaatnya bagi anggotanya, tidak hanya rutinitas saja yang dilakukan tapi sebagai organisasi kader maka rutinitas yang berkualitas yang harus diperhatikan, sehingga nantinya ipnu tidak terjebak dalam rutinitas belaka, mengapa saya katakan demikian emang ada beberapa kepengurusan kebanyakan di tingkatan ranting sering kali ada pola kegiatan rutin baik itu tahlilan, nariyahn ataupun yang lainya, biasanya anggota datang, duduk, dengarkan, atau membaca bersama kemudian makan doa dan pulang. Seminggu sekali kebanyakan dilakukan, minggu ke 1, ke 2 bahkan sudah setahun lamanya kegiatan tersebut berjalan, kemudian ada temanya lain ideology suatu saat bertanya mengapa di zaman tehnologi canggih seperti ini kamu masih baca tahlil apa dasarnya? Apakah akan sampai doanya? Apa akan bermanfaat? Bingung dan tidak bisa menjawab, bahkan yang lebih ironis lagi kalau sampai terpengaruh temannya. Sepele mungkin yang menganggap itu sepele, tapi sebenaarnya itu sesuatu yang prinsip dan harus dibenahi. Karena dengan kita mengetahui ilmu entah itu tentang dasar tahlil, nariyah ataupun lainya tentu akan lebih memantapkan keimanan pada Allah.
Bukan tidak boleh melakukan rutinitas tahlililan, nariyahan atau yang lainya tapi yang jelas bahwa kegiatan tersebut tidak akan dapat menambah ilmu, melainkan akan mendapatkan pahala, sehingga perlu pola pembenahan untuk melakukan pendalaman ilmu (mis: kajian Islam, latihan mc, dll) setelah kegiatan tersebut walaupun sebentar, sehingga pulang akan ada satu ilmu yang didapat, karena sangat rugi dimana usia remaja adalah masa menanam, masa mencari ilmu. mata masih tajam untuk membaca, punya akal yang perlu di gunakan seoptimal mungkin bukti rasa syukur pada sang pencipta, dan juga ruhnya IPNU terletak pada ilmu.
Kongres Sukolilo Surabaya tahun 2003 telah menjadi sejarah bagi IPNU karena telah bergantinya akronim P “Putra” ke “Pelajar”, dan ini juga telah dimantapkan kembali dalam kongres di Asrama haji pondok Gede Jakarta tahun 2006 dengan tetap menjadikan nama Ikatan Pelajar Nahdlatul `Ulama. Dengan tetap menjadi pelajar maka ipnu akan semakin memantapkan dan menfokuskan gerakannya pada pelajar. Pelajar disini tidak hanya di sekolah tapi usia pelajar juga menjadi garapanya. Dimana kalau sudah bicara pelajar maka tak bisa lepas dari ilmu. Karena tugas pelajar adalah untuk selalu belajar.
Sebagai organisasi yang berbasis keilmuan maka dalam gerakanyapun harus senantiasa untuk mengedepankan kegiatan-kegiatan yang mempunyai nilai-nilai keilmuan, apalagi ipnu juga merupakan organisasi kader yang nantinya akan dipersiapkan menjadi kader bangsa dan juga kader NU itu sendiri sehingga dituntut untuk bisa punya bekal karena ketika suatu saat tali estafet kepemimpinan diserahkan ke kita, maka haruslah siap.
IPNU harus mampu menampung kebutuhan-kebutuhan pelajar sehingga keberadaannya akan dirasakan manfaatnya bagi anggotanya, tidak hanya rutinitas saja yang dilakukan tapi sebagai organisasi kader maka rutinitas yang berkualitas yang harus diperhatikan, sehingga nantinya ipnu tidak terjebak dalam rutinitas belaka, mengapa saya katakan demikian emang ada beberapa kepengurusan kebanyakan di tingkatan ranting sering kali ada pola kegiatan rutin baik itu tahlilan, nariyahn ataupun yang lainya, biasanya anggota datang, duduk, dengarkan, atau membaca bersama kemudian makan doa dan pulang. Seminggu sekali kebanyakan dilakukan, minggu ke 1, ke 2 bahkan sudah setahun lamanya kegiatan tersebut berjalan, kemudian ada temanya lain ideology suatu saat bertanya mengapa di zaman tehnologi canggih seperti ini kamu masih baca tahlil apa dasarnya? Apakah akan sampai doanya? Apa akan bermanfaat? Bingung dan tidak bisa menjawab, bahkan yang lebih ironis lagi kalau sampai terpengaruh temannya. Sepele mungkin yang menganggap itu sepele, tapi sebenaarnya itu sesuatu yang prinsip dan harus dibenahi. Karena dengan kita mengetahui ilmu entah itu tentang dasar tahlil, nariyah ataupun lainya tentu akan lebih memantapkan keimanan pada Allah.
Bukan tidak boleh melakukan rutinitas tahlililan, nariyahan atau yang lainya tapi yang jelas bahwa kegiatan tersebut tidak akan dapat menambah ilmu, melainkan akan mendapatkan pahala, sehingga perlu pola pembenahan untuk melakukan pendalaman ilmu (mis: kajian Islam, latihan mc, dll) setelah kegiatan tersebut walaupun sebentar, sehingga pulang akan ada satu ilmu yang didapat, karena sangat rugi dimana usia remaja adalah masa menanam, masa mencari ilmu. mata masih tajam untuk membaca, punya akal yang perlu di gunakan seoptimal mungkin bukti rasa syukur pada sang pencipta, dan juga ruhnya IPNU terletak pada ilmu.