Rabu, 23 Desember 2009

LANDASAN BERFIKIR DAN BESIKAP KADER IPNU – IPPNU

1. Landasan Berfikir Kader IPNU – IPPNU

Sebagaimana ditetapkan dalam khittah NU 1926, Ahlussunnah waljama’ah adalah cara berfikir, bersikap, dan bertindak warga Nahdliyyin, dengan demikian IPNU sebagai bagian yang tak terpisahkan dari Nahdlatul Ulama memiliki cara berfikir dan bersikap serta bertindak sesuai dengan apa yang telah ditetapkan induknya yaitu Nahdlatul Ulama, Sikap itu sudah menjadi watak IPNU – IPPNU dengan watak keislamannya yang mendalam dan dengan citra ke-Indonesiannya yang matang, semua itu kemudian diwujudkan dengan cara berfikir, bersikap serta bertindak kader IPNU – IPPNU yang dengan sikap itu diharapkan menjadi kader yang dapat mengejawantahkan konsepsi aswaja pada kehidupan sehari–hari, namun demikian untuk mewujudkan hal tersebut dibutuhkan proses dan ketekunan dari masing– masing personal maupun kelompok, terutama dalam pemahaman karakter faham aswaja itu sendiri.

a. Cara Berfikir Kader IPNU – IPPNU

Cara berfikir menurut IPNU adalah sebagai gambaran dari Ahlissunnah wal jama’ah, yakni cara berfikir yang teratur dan runtut, dengan memadukan antara dalil Naqli ( yang berasal / diambil dari Al qur’an dan al hadis ) dengan dalil aqli yang berbasis dari aqal dan budi manusia semata, serta dalil waqi’i yang berasal dari pengalaman, karena IPNU secara tegas menolak cara berfikir yang diambil dari akal budi semata, sebagaimana yang dikembangkan oleh kelompok – kelompok islam liberal yang didominasi oleh kelompok pemikir bebas dan menganggap kebenaran mutlak hanya terletak pada ilmu pengetahuan dan pengalaman sebagaimana yamg dikembangkan oleh kelompok – kelompok pemikir materialis yang hanya mendewa – dewakan benda dan teknologi dan menganggap dalil naqli hanya sebagai bentuk mitos semata.

Dengan demikian IPNU juga menolak tegas pemikiran kaum dzahir ( lahir ) yang mengambil dasar dalil secara tekstual ( langsung dari teks ) karena hal tersebut tidak memungkinkan untuk diberlakukan pada saat sekarang ini ketika pemahaman tekstual semata yang dikedepankan maka jelas tidak mungkin untuk dapat memahami agama dan kenyataan sosial secara mendalam.

b. Cara Bersikap Kader IPNU – IPPNU

Memandang dunia sebagai sebuah kenyataan yang beragam, karena itu keberagaman harus diterima sebagai sebuah kenyataan. Namun juga bersikap aktif yaitu menjaga dan mempertahankan keberagaman serta kemajemukan agar mencapai suatu situasi kehidupan yang harmonis ( selaras ) saling mengenal ( Lita’arofu ) dan memperkaya diri dengan memahami perbedaan budaya yang amat beraneka ragam.

Dalam memahami keberagaman budaya dan suku bangsa, kader IPNU – IPPNU sudah selayaknya untuk tetap menjaga dan melestarikan asset bangsa yang tidak ternilai ini, IPNU – IPPNU juga menolak tegas sikap imperialisme baik secara langsung ataupun tidak langsung. sikap mengadu domba dan provokasi negatif untuk menghancurkan keharmonisan yang mengganggu stabilitas bangsa dan NKRI pada umumnya dan khususnya dalam kehidupan beragama.

Sikap moderat ( selalu mengambil jalan tengah ) dan menghargai perbedaan menjadi semangat utama dalam mengelola kemajemukan tersebut. Dengan demikian IPNU – IPPNU juga menolak tegas sikap anti keberagaman yang mengarah pada terciptanya situasi yang tidak kondusif dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu sudah menjadi kewajiban bagi kader IPNU – IPPNU sebagai pengemban tongkat estafet kepemimpinan NU masa depan untuk tetap menjaga dan melestarikan keberagaman sebagai wujud kepedulian dan penghormatan terhadap bangsa yang ‘Berbhineka Tunggal IKa “

c. Cara Bertindak Kader IPNU – IPPNU

Dalam bertindak, Aswaja juga mengakui adanya takdir ( kehendak Allah ) tetapi aswaja juga mengakui bahwa Allah SWT, telah memberikan akal dan pikiran serta kehendak. Oleh karena itu dalam bertindak IPNU – IPPNU sebagaimana dirumuskan oleh Imam Abu Hasan Al Asy’ari dan Abu Mansur Al Maturidi, tidak bersikap menerima dan menyerah begitu saja terhadap nasib dalam menghadapi kehendak Allah, tetapi berusaha mencapai takdir Allah yang disebut Kasab ( Usaha ). Dari sini kita dapat mencermati secara jelas bahwa kader IPNU sebagai kader Aswaja tentunya punya kewajiban tetap sepanjang hayat untuk tetap melakukan kasab / ikhtiar sebagaimana yang telah dirumuskan oleh Imam Abu Hasan Al Asy’ari dan Abu Mansur Al Maturidi.

Dengan demikian IPNU – IPPNU juga menolak tegas pemikiran kelompok Qodariyah yang beranggapan bahwa manusia adalah makhluk yang dapat berkuasa oleh dirinya sendiri, berkehendak semaunya karena Allah telah memberikan kekuatan, tenaga, akal, dan pikiran serta budi pekerti, sikap antroposentris yang dikembangkan oleh kelompok Qodariyah sangat mengesampingkan adanya takdir Allah, mereka beranggapan manusia tidak perlu dijaga dengan ketat karena sudah dibatasi oleh sejarah dan seleksi alam, sementara Allah tidak dibatasi oleh hal – hal tersebut.

IPNU – IPPNU juga menolak tegas anggapan Jabariyah yang beranggapan bahwa manusia berada dalam keterpaksaan sebab pada hakikatnya manusia diciptakan dengan takdir yang telah mengikatnya dari lahir sampai akhir hayat. Manusia cukup hanya menunggu takdir Allah sepanjang hayat dan tidak memiliki hak sedikitpun untuk berikhtiar menuju takdirnya.

Dengan demikian tindakan Aswaja IPNU – IPPNU adalah bukan tindakan sekuler melainkan sebuah proses pergerakan iman yang mengejawantah dalam seluruh aspek kehidupan.

2. Landasan Bersikap Kader IPNU – IPPNU

Sebagai seorang kader IPNU – IPPNU dalam menjalankan kegiatan pribadi dan Organisasi harus tetap memegang teguh nilai – nilai yang terkandung dalam nilai dasar Ahlussunnah wal jama’ah dan norma yang ada dalam kemasyarakatan. Landasan nilai ini diharapkan dapat membentuk watak diri seorang kader IPNU – IPPNU.
11
Nilai – nilai tersebut diharapkan dapat mengarahkan pola pola kehidupan yang baik baik dalam kehidupan keluarga,bermasyarakat,berbangsa dan bernegara.

Nilai – Nilai tersebut antara lain :

1. Diniyah / Agama
a. Tauhid ( Attauhid ) merupakan keyakinan yang kokoh terhadap Allah SWT, sebagai ruh dan sumber inspirasi berpikir dan bertindak, sehingga dalam pengejawantahan inspirasi dan inovasi tetap mengacu pada nilai ketauhidan yang telah digariskan dalam kaidah tauhid Ahlissussunnah waljamaah.
b. Persaudaraan dan persatuan ( Al ukhuwah Wal ittihad ) dengan mengededapkan rasa sikap welas asih dalam berprilaku, oleh karena itu kader IPNU – IPPNU diwajibkan untuk menjaga dan melestarikan rasa persaudaraan, pesatuan dan sifat welas asih baik dalam kehidupan bersama keluarga, beroganisasi, bermasyarakat dan berbangsa serta bernegara.
Rasa persaudaraan ( Al Ukhuwwah ) dalam Nahdlatul Ulama ada 4 macam yaitu,Ukhuwah Nahdliyyah,ukhuwaslamiya,Ukhuwah Wathaniyyah,dan Ukhuwwah Basyariyyah,hal tersebut membuktikan bahwa kader IPNU – IPPNU harus selalu mengedepankan rasa persaudaraan,dan rasawelas asih bagi sesama makhluk Tuhan,
c. Keluhuran moral ( Akhlakul karimah ) dengan menjunjung tinggi keluhuran kebenaran dan kejujuran ( Asshidqu ). Bentuk kejujuran dapat kita fahami dengan kejujuran dalam berbagai aspek kehidupan,baik dalam hubungan vertical maupun horizontal,untuk lebih jelasnya mari kita cermati pembagian ashidqu dibawah ini :
 Ashidqu Ilallah,sebagai pribadi yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, seorang kader IPNU – IPPNU harus dan jujur,karena sifat jujur itu merupakan pokok dari kebenaran,karena hakikatnya setiap tindakan dilihat oleh oleh sang kholik
 Ashidqu Ilal Ummah sebagai makhluk sosial manusia tudak dapat lepas dari komunikasi antar individu baik seora personal maupun kelompok,dan kader IPNU – IPPNU sebagai makhluk sosial tidak dapat lepas dari hubungan itu dituntut untuk memiliki

 sifat jujur dan benar kepada masyarakat ,dengan senantiasa melkukan pencerahan terhadap masyarakat. Dengan demikian asumsi masyrakat terhadap organisasi juga akan tetap baik bahkan mereka akan selalu membantu setiap aktivitas kita karena kita tetap memelihara kebenaran dan kejujuran.
 Ashidqu Ilannafsi,jujur dan benar terhadap diri sendiri merupakan sikap perbaikan diri dengan semangat peningkatan diri.

2. Keilmuan, Prestasi dan Kepeloporan
Menjunjung tinggi ilmu pengetahu dan teknologi dengan cara mningkatkan semangat belajar dan peningkatan kualitas SDM IPNU- IPPNU dan menghargai ahli – ahli atau sumber pengetahuan secara proporsional. Para ahli ilmu pengetahuan sudah selayaknya mendapatkan penghargaan atas jasanya mengembangkan ilmu pengetahuan secara professional,seorang kader IPNU – IPPNU juga diwajibkan dapat menjunjung tinggi nilai amal ,kerja dan prestasi sebagai bagian dari ibadah kepada Allah SWT,menjunjung tinggi nilai kepeloporan dalam mendorong, memacu, dan mempercepat perkembangan masyarakat.
3. Sosial Kemasyarakatan
Sikap kader IPNU – IPPNU sudah selakyaknya menjunjung tinggi nilai nilai kebersaaman dalam kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan bernegara, dengan semangat mementingkan kepentingan bersama dibandingkan mementingkan kepentingan Pribadi. Kader IPNU IPPNU juaga diharapkan untuk tetap dapat menadi penggerak dan pelopor setiap perubahan perubahan yang membawa maslahat bagi kehidupan bermasyarakat.
4. Keikhlasan
Menjujnjung tinggi sikap keikhlasan dalam berjhidmah serta berjuang dan menjunjung tinggi kesetiaan dan loyalitas kepada agama,bangsa dan Negara dengan melakukan ikhtiar perjuangan di bawah naungan NU.

PEMBERDAYAAN SEKOLAH DAN PESANTREN
SEBAGAI BASIS UTAMA KADER IPNU – IPPNU

a. Pemberdayaan Pelajar di Sekolah
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa kembali kepelejar bukan tanpa konsekwensi yang berat,perubahan makna juga membawa dampak pada perubahan polarisasi pembentukan kader,makna kepelajaran yang terpampang dalam singkatan IPNU – IPPNU membawa konsekwensi bahwa kader IPNU – IPPNU harus merupakan kader – kader terdidik adalah satu satunya pilihan yang tidak dapat ditawar – lagi atau dengan kata lain kebutuhan kader terdidik bagi IPNU – IPPNU adalah harga mati.

Sebuah konskuensi yang sangat logis apabila megembalikan basis IPNU – IPPNU pada sekolah dan pesantren sebagai basis utama, Karena pesantren dan sekolah merupakan tempat bagi pelajar dan santri untuk dapat menempa diri dalam mendalami ilmu pengetahuan,namun demikian pemaknaan pelajar pada segmen ini harus kita maknai secara luas dimana yang dimaksud dengan pelajar adalah remaja usia pelajar,yang seharusnya berada pada prosesi pembelajaran baik dilembaga formal maupun non formal,
Untuk merealisaikan ini IPNU – IPPNU harus melakukan Ekspansi ke sekolah dan pesantren sebagai basis berkumpulnya para pelajar dan santri. Sebab segmen garapan yang harus di kedepankan adalah santri dan pelajar sebagai kader – kader terdidik. Agenda ini sebenarnya sedang dilaksanakan,tetapi memang untuk mencapai target maksimal butuh waktu,dan proses yang amat panjang, ini memerlukan pengorbanan dan semangat perjuangan yang gigih dari kalangan kader kader IPNU – IPPNU itu sendiri.
Agenda untuk memberdayakan pelajar dengan cara mendirikan komisariat di sekolah merupakan kebutuhan yang amat mendesak bagi tumbuh kembangnya kader – kader terdidik IPNU – IPPNU masa depan.
Agenda ini bahkan tidak hanya dilaksanakan pada sekolah – sekolah di bawah naungan lembaga maarif NU,tetapi juga harus dilaksanakan juga pada lembaga – lembaga pendidikan umum yang bukan di bawah naungan NU. Pembentukan komisariat di lembaga formal adalah bentuk perlawanan,terhadap warisan kebijaksanaan lama yang menekan pelajar untuk tidak mengikuti kegiatan organisasi selain OSIS,Kita sudah sadar betul sudah saatnya pelajar diberi ruang gerak yang luas untuk mengembangkan potensi. Bahkan masuknya IPNU ke Sekolah adalah sebuah kesempatan besar untuk dapat bergaul secara nasional, hal ini dikandung maksud untuk membuka cakrawala yang seluas – luasnya bagi pelajar dan memberikan kesempatan pada mereka untuk beraktualiasasi dan belajar membaca realitas dalam kehidupannya.
Demikian pula untuk sekolah yang bersangkutan, Komisariat juga merupakan sarana yang tepat mengembangkan potensi bakat organisasi dari siswa –siswinya, sebab apabila kita melihat realitas yang ada, pengembangan bakat organisasi dan bakat intelektualitas siswa melalui OSIS tidak dapat berjalan maksimal,hal ini disebabkan oleh banyak factor,

diantaranya adalah kurangnya interaksi siswa dengan dunia luar, disamping itu bimbingan untuk para siswa juga masih kurang maksimal, jarang ada diskusi –diskusi yang dilaksanakan,bahkan kegiatan – kegiatan yang dilaksanakan berkisar pada bentuk kegiatan internal sekolah tersebut.

Disisi lain pelajar yang di luar sekolah – sekolah agama sering mengalami kegamangan karena kurangnya pencerahan religi yang mereka dapatkan, kita tahu dan sadar betul bahwa usia pelajar adalah masa transisi dari remaja kedewasa yang secara psikologis mereka sedang mencari jati dirinya, situasi demikan sangatlah riskan, masa – masa transisi ini merupakan masa yang teramat riskan dan kriritis,mereka mudah terjerumus pada sisi gelap yang tidak kita inginkan. Para remaja yang seharusnya merupakan tumpuan harapan ke depan justru merupakan agen destruksi sosial, oleh karena itu IPNU – IPPNU dalam menghadapi situasi dan kondisi yang demikian memiliki peran penting dalam memnduduki posisi sebagai pencerah dan pmbimbing reli bagi para pelajar yang mengalami hal tersebut.
IPNU menjadi wadah penyadaran moralitas pelajar yang mengalami masa kegamangan,bahkan tidak hanya itu saja, IPNU dapat menjadi urgen sebagai agen pembangun penyadaran moralitas dan pembumian nilai - nilai agama untuk mengembangkan daya intelektual dan sifat kritis para pelajar muslim.
Dengan Komitmen keilmuannya IPNU – IPPNU diharapkan menjadi wadah pengembangan keilmuan dan penciptaan kultur ilmiah d sekolah – sekolah, IPNU sudah saatnya menjadi perangsang pelajar untuk haus akan prestasi intelktual yang ingin mereka capai. Dengan demikian jelas penyaluran bakat para pelajar menjadi sangat terbantu dan sekaligus mampu mencapai keberhasilan yang mereka idam – Idamkan sesuai dengan bakat dan minat yang mereka miliki , demikian pula sekolah – sekolah akan lebih mudah untuk melaksanakan pembinaan moral kepada para siswanya.
Keuntungan melaksanakan proses kaderisasi di sekolah adalah,pertama kita lebih mudah mencetak kader – kader terdidik sebagai pemegang tongkat estavet kepemimpinan kader IPNU – IPPNU masa depan.Kedua gerakan kaderisasi akan lebih mudah dan berkesinambungan, ketiga pembusukan kader pelajar Nahdlatul Ulama masa depan akan sedikit terkurangi,dan masih banyak keuntungan keuntungan lain yang dapat kita peroleh.

Tidak jarang para pelajar yang ketika lulus sekolah dan terjun di masyarakat justru tidak dapat berbuat apa –apa ,karena memang di sekolah – sekolah mereka tidak dibentuk untuk menjadi kader yang siap terjun di masyarakat. maka kebutuhan pelajar yang mendesak adalah pendidkan organisasi yang mapan dan memadai untuk dapat beraktulisasi dengan masyarakat di lingkungannya.

b. Pemberdayaan Santri sebagai basis kader Ulama Masa Depan

Mengapa IPNU – IPPNU Masuk Pesantren? Perntanyaan ini sering muncul dalam berbagai kesempatan, terutama bagi orang – orang yang hanya memahami pelajar pada kontek yang formal, dimana pemahaman pelajar hanya berkisar pada pelajar sekolah formal belaka. Padahal kalau kita telaah lebih mendalam,pelajar pada konteks ini adalah pelajar dalam arti yang luas dimana pelajar yang dimaksud pelajar secara menyeluruh.
Disamping itu pesantren adalah induk yang melahirkan Nahdlatual Ulama, dan lembaga ini adalah “Ibu “ yang telah melahirkan Jamiyah terbesar di Indonesia ini,Demikian pula IPNU dalam proses kelahirannya tidak dapat lepas dari peran dan pengarus pengaruh pesantren. Sebagai basis NU,Pesantren banyak melahirkan ulama besar yang memiliki peran besar bagi perkembangan NU sepanjang waktu. Pesantren adalah tempat untuk menggali pengetahuan agama,sekaligus merupakan lembaga yang memiliki peran penting bagi perkembangan NU,dan juga miliki peran srategis bagi perkembangan masyarakat. Ada dua alasan besar mengapa IPNU – IPPNU harus melakukanekspansi ke pesantren sebagai lembaga pendidikan asli Indonesia ini. Pertama, Pesantren pada masa pra kemerdekaan adalah lembaga yang sangat responsive terhadap perkemangan – perkembangan dan gejala - gejala sosial yang adadimasyarakat . Bahkan hamper setiap perubahan yang terjadi “ di dalangi “ oleh pesantren Namun demikian perkembangan pesantren belakangan ini banyak mengalami perubahan dan pergeseran mendasar , lembaga ini yang pada awalnya menjadi control sosial yang bersifat responsive,terhadap reaksi – reaksi sosial sekarang masih bersifat asketik,lebih banyak hanya menjadi tempat mengaji dan berdzikir dengan tanpa menekankan padakiprah sosial budaya dn politik, sehingga kita melihat kodisi yang demikian,maka pesantren harus kita kembalikan pada statusnya semula bahwa pesantren adalah kritik control sosial,sebagai sub kultur independen,pesantren harus kembali pada statusnya sebagai agen perubahan, untuk dapat mengembalikan Pesantren pada fungsi semula memang tidaklah mudah, harus ada perubahan – perubahan berarti pada pesantren untuk dapat memiliki kesiapan untuk mengikuti perubahan dan kemajuan dari berbagai segi. Kalangan pesantren sering mengalami “ gagap “ sosial “ karena para santri tidak memilikipengetahuan sosial yang memadai untuk dapat membaca realitas sosial yang ada. Lebih dari itu para santren sering mengalami keketeran dalam penyesuaian. Kaum santri sering kesulitan ntuk dapat membumikan ilmu agama yang telah diperolehnya dari pesantren.
Dalam kerangka ini IPNU – IPPNU sudah saatnya mengambil peran penting untuk memacu para santri untuk menjadi agen perubahan. Disinilah kita dapat melihat bahwa IPNU – IPPNU masuk pesantren adalah momen yang maha penting untuk melaksanakan “ Perkawinan Intelektual “ antara pemikiran pesantren dengan pelajar formal yang masing – masing sisinya memiliki kekurangan. IPNU – IPPNU harus mampu memfasilitasi hal tersebut.

Alasan kedua pesaantren adalah pusat pengembangan ilmu pengetahuan agama di tanah air. Corak dan warna masyarakat juga amat dipengaruhi oleh keberadaan pesantren,lebih jelasnya pesantren adalah tempat penggodokan masalah diniyyah yang dibutuhkan oleh masyarakat. Pengembangan yang diperlukan oleh santri tidak hanya pada ilu diniyyah semata tetapi juga ilmu – sosial,sebab pada hakikatnya mereka memiliki pearn penting dal control – control sosial masyarakt yang berkembang saat ini. Peran IPNU – IPPNU yang menempati fungsi sebagai egen perubag paradigma pemikiran sosial merupakan wadah yang sangat tepat untuk menjadi tempat mereka untuk dapat menemati diri dalam mempelalajari proses bagaimana cara beraktualisasi di masyarakat,agar gagap sosial dikalangan santri tidak lagi terjadi, merekaakan dengan mudah menempatkan diri pada posisinya dalam membumikan ilmu – ilmu agama di tengah – tengah masyarakat, jadi dengan demikian diharapkan peran santri dengan memasuki IPNU – IPPNU dapat mengalami perubahan berarti tanpa menghilangkan identitasnya sebagai santri. Sebab santri dan pesantren adalah 2 segmen yang telah berperan penting dalam kelahiran NU dan kelahiran penerus para ulama masa depan.

0 komentar:

Posting Komentar

SUKSES SLALU ......